Muslimah Dalam Perspektif Karya, Sebuah Surat Terbuka Untuk Video Youtube Hij Up #empowerchange
Pagi ini saya terpukau melihat sebuah video yang tidak
sengaja muncul di feed youtube saya.
Video yang cukup menggugah, membuat saya
mengerti bagaimana sebagian wanita muslimah negeri ini memandang syariat
agamanya. Video dibuka dengan beberapa cuplikan wawancara dari beberapa tokoh
dari beberapa profesi. Fashion designer, atlet taekwondo, vokalis band dan businesswoman.
Ada kesamaan dari semua tokoh tersebut, yaitu mereka semua menggunakan
kerudung. Memang itulah inti cerita dari video ini. Bagaimana wanita muslimah
modern menghadapi berbagai tantangan dalam karir mereka , terutama yang
berkaitan dengan kerudung yang mereka kenakan.
Ada yang sangat menggelitik akal pikiran dan naluri saya
ketika menyaksikan keseluruhan video yang berdurasi sekitar 5 menit itu. Betapa
resistannya tokoh-tokoh wanita dalam video tersebut terhadap sebuah masukan
yang bersifat syariat. Sangat gamblang dalam video, ketika seorang fashion
designer terkena diberitahukan tentang apa yang dia lakukan selama ini berbeda
dari syariat Islam yang mengajarkan kesederhanaan dan sikap zuhud, dan bahwa
mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai ajaran agama maka
hanya akan menghasilkan dosa yang tidak terputus selama pengaruhnya masih
bekerja dan ber-multiplier effect.
Adegan selanjutnya sang tokoh pun seperti menitikkan air mata, karena
menurutnya, apa yang dia lakukan selama ini adalah mempengaruhi orang lain
untuk melakukan kebaikan. Tokoh selanjutnya adalah seorang vokalis band
beraliran hard core yang mengenakan kerudung, sering diberitahukan padanya
bahwa daripada seperti itu dia lebih baik memanfaatkan suaranya untuk membaca Al
Quran. Melakukan halyang lebih baik ketimbang bernyanyi dengan music keras
diatas panggung, disaksikan banyak mata yang tentu saja, bukan muhrim nya.
Sampai sini, saya belum melihat isi pesan dari cerita yang
coba diiangkat oleh sang sutradara atau penulis naskahnya. Maka cerita pun
berlanjut, tokoh ketiga adalah seoang atlet taekwondo, yang dengan profesinya
yang selalu berintekraksi dengan pria, menerima masukan bahwa sebagai wanita
hendaklah menjaga batasan interaksinya dengan lawan jenis. Apalagi olah raga
beladiri yang menitikberatkan pada tendangan ini membuatnya rentan untuk
tersingkap auratnya. Ia pun pernah disarankan oleh pelatihnya agar membuka
kerudungnya disuatu turnamen internasional karena khawatir akan nada
diskriminasi mengenai urusan jilbab. Tokoh keempat adalah seorang fashion
designer berniqob yang pada akihr cerita diklaim sebagai wanita berniqob
pertama yang berjalan di atas runway
sebuah fashion show bergengsi negeri
ini. Selanjutnya adalah seorang pengusaha muda wanita, yang dalam kesehariannya
menghadapi dilemma antara keluarga dan pekerjaan. Dikisahkan dalam video bahwa
dia tidak sedang berada di rumah, dengan setting di sebuah meja kerja di kamar
hotel, mari kita asumsikan dia sedang dalam perjalanan bisnis. Karena kangennya
pada sang anak, ia pun sedang menyaksikan video sang anak. Dia juga diceritakan
sering menghadapi diskriminasi dalam transaksi bisnis, hanya karena dia sudah
mempunyai anak.
Dalam adegan-adegan selanjutnya, cerita pun bergulir.
Bagaimana masing-masing dari mereka, dengan alibi sendiri-sendiri tetap
melanjutnya karirnya. Mereka bergeming terhadap masukan-masukan yang ada dan
tetap berjalan menatap ke depan dengan cita-cita nya. Video diakhiri dengan
kata-kata empower change. Change mungkin adalah sebuah kata kunci
yang ingin disampaikan sang pembuat video. Tapi tak ada satu pun dari tokoh
yang diceritakan berhasil berubah dari keadaan sebelumnya menjadi sesuatu yang
baru, atau menjadi sesuatu yang dalam pandangan jamak lebih baik dari
sebelumnya. Apakah ada yang salah?
Agama, dalam perspektif penyampaian video ini hanyalah suatu
benteng pembatasan kreativitas dan aktivitas muslimah. Muslimah berkarir dalam
ranah dominasi laki-laki seperti atlet beladiri, vokalis band, dan entrepreneur
adalah sebuah ketidaklaziman yang seringkali mendapat hambatan dan tantangan
(jika tidak ingin dibilang kecaman) dari berbagai pihak. Ketidakpercayaan,
dipandang sebelah mata, semuanya menjadikan mereka tokoh yang dicoba dikatakan
oleh cerita teraniaya oleh persepsi umum. Apakah benar demikian? Setidaknya
begitulah yang saya tangkap dari video ini. Diceritakan disini bahwa wanita
juga bisa berperan “besar” dan memiliki prestasi , tentu dalam bidang-bidang
yang diceritakan disini. Dari dunia fashion design yang memang akrab dengan wanita, sudut pandang ini semakin menyempit, bahwa
wanita ternyata bisa dan sah untuk mempengaruhi wanita lainnya untuk tampil
cantik di muka umum. Menampilkan yang terbaik dari penampilannya menurut mereka
adalah hak kaum wanita, untuk mengaktualisasikan diri melalui cara berbusana
dan berpenampilan, lengkap dengan riasan /make up ala kekinian. Jangan lupakan
juga aksesoris, tas, sepatu dari brand-brand ternama. Kemudian biarkan dunia
tahu dan mengakui siapa anda. Daftarkan setiap momen tersebut ke media sosial.
Lengkapi dengan latar belakang pemandangan indah di luar negeri, jangan lupa
sertakan lokasi dimana anda mengabadikannya, juga setiap brand dari apa yang
and kenakan. Maka ketika banyak yang mengikuti cerita anda di social media
tersebut, anda adalah hebat. Menjadi popular influencial people yang menurut
anda sudah mempengaruhi orang untuk berbuat yang sama dengan anda adalah sebuah
prestasi, terlepas dari sudut pandang orang lain terlebih syariat, benar atau
salah. Tujuannya apa? Bahwa wanita dengan kerudung juga bisa (berarti biasanya
tidak) tampil fashionable. Kemudian
prestasi fashionable tersebut bisa
mendapat pengakuan “legal” melalui ajang
fashion show, dimana wanita-wanita
yang berprofesi sebagai model berjalan lenggak lenggok diatas catwalk memperagakan busana rancangan
anda, dihadapan khalayak ramai serta yang terpenting menjadi sorotan media.
Sekali lagi atas nama popularitas dan agar bisa dikenal, demi mengharumkan nama
muslimah yang “ternyata” juga bisa loh berprestasi di bidang ini.
Menyaksikan video ini membuat saya sedikit mengira mungkin
sang pembuat cerita amnesia mengenai hadist Rasulullah SAW mengenai wanita yang
berjalan dengan menggoyangkan pinggulnya. Bisa cek sendiri dalam kitab-kitab
hadist, atau paling gampangnya tinggal googling
toh. Sekalian hadist mengenai larangan pria dan wanita bercampur baur,
bersentuhan dengan yang bukan mahram, suara yang juga adalah aurat wanita, hak
dan tanggung jawab utama wanita mendidik dan mengurus rumah tangganya, tabaruj,
cara berhijab yang banar, perbuatan riya dan sederet hukum syariat lainnya yang
diabaikan begitu saja oleh sang pembuat cerita. Padahal, video bersponsor salah
satu marketplace fashion muslimah ini mengangkat cerita tentang perempuan
berkerudung. Perempuan yang sedang dalam proses menaati perintah Tuhannya dan
syariat agamanya untuk menutup aurat dan melakukan kewajibannya sebagai seorang
wanita, istri dan ibu. Ada benang merah perintah agama yang dikeluarkan, tapi
kemudian diabaikan dan dikecilkan hakikatnya.
Dalam pemikiran saya, tidak ada satu pun keraguan mengenai
dasar syariat dari nasihat-nasihat yang diterima setiap tokoh dalam video
tersebut. Tidak ada satu pun masukan-masukan yang mereka terima itu bersifat
salah atau tidak baik, sehingga tidak perlu didengar, atau tidak benar sehingga
tidak perlu diikuti. Disini, saya merasa ada sebuah upaya pengacauan konsep
jilbab itu sendiri. Banyak tentu sumber yang dapat ditemui bagaimana menutup
aurat dengan sempurna adalah sebuah penghargaan tertinggi bagi wanita muslim,
sebuah bentuk perlidungan agama kepada kaum wanita. Apa-apa yang diatur syariat
mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan wanita adalah sebuah bentuk
dukungan untuk memuliakan peran dasar wanita sebagai akar peradaban. Apakah
wanita boleh memiliki karir? Tentu saja, Khadijah RA mencontohkan hal itu. Tetapi
video ini justru menjatuhkan nilai itu dalam-dalam, merendahkan diri sendiri
sebagai wanita muslimah berkerudung. Seolah wanita muslimah penuh dengan
keterbatasan dan larangan untuk berkarya, jengah dengan syariah. Anda muslimah,
sedang dikerdilkan peran nya dalam video ini. Sang pembuat cerita pun luput menangkap
apa sebenarnya hukum syariat dari masing-masing profesi tokoh. Maka atas nama
kebebasan berekspresi dan berkarya, semua kegiatan yang terjadi menjadi
seolah-olah sah dan wajar didukung kebebasannya.
Selesai menyaksikan video, saya pun menjadi bingung. Tidak
mengerti pesan apa yan berusaha disampaikan sang pembuat, gagal paham. #empowerchange? Tidak ada yang berubah
selain kelima tokoh tetap lanjut dengan prisip mereka masing-masing. Pesan agar
mengikuti syariah? Tentu tidak karena banyak terjadi hal yang kurang sesuai
dengan hukum agama Islam. Apakah jualan si sponsor marketplace? Tidak pula
secara spesifik diangkat. Yang jelas, video ini bagi saya berhasil membangun
kesadaran bahwa setidaknya begitulah kira-kira sebagian pandangan muslimah
terhadap jilbab dan syariat agama. Bahwa ternyata, berangkat dari hal itu,
tidak heran manjadi marak tren selfi dan selebgram hijabers di dunia maya. Diiringi pula dengan semakin maraknya
kontes ala kontes kecantikan yang justru khusus diperuntukkan bagi wanita
berkerudung. Pun didukung dengan geliat dunia fashion yang menyebabkan profesi
model pun sekarang berembel syariah. Ya model syariah alias model berkerudung,
tanpa pikir panjang sah atau tidaknya profesi model itu sendiri dimata Islam.
Tentu hal ini menyangkut juga siapa kemudian konsumennya atau yang menghire si model. Sekilas fashion show
memang bukan barang baru dalam dunia fashion muslim. Juga tak nampak ada yang
salah. Tapi coba kembalikan lagi pada hukum profesi modelling, hukum bercampaur
baur dengan lawan jenis dan hukum batasan interaksi wanita dengan yang bukan
mahramnya. Bukankah Aisyah RA meriwayatkan bahwa karakter terindah itu adalah
rasa malu? Tahukan bahwa dalam hadist Rasuullah SAW juga menyebutkan bahwa malu
itu adalah baik seluruhnya. Tapi mengapa sekarang wanita berlomba-lomba
mengatasi rasa malu itu, pada ranah yang sudah seharusnya mereka menjaga
martabatnya.
Saya kira iman dan kualitas ibadah itu dipengaruhi oleh
kapasitas ilmu, dan akan sangat mempengaruhi kehati-hatian dalam bertindak.
Persis seperti pedang yang diasah, semakin lama mengasah tentu akan semakin
tajam. Maka tentunya ini berpulang lagi pada keyakinan masing-masing. Iman
adalah sesimpel kata percaya. Percaya bahwa yang diimani adalah benar dan
karena yakin benar, maka akan diikuti dengan sukarela. Entah sang pembuat
cerita sadar atau tidak, paham atau tidak, video ini telah menyatakan dengan
eksplisit beberapa penolakan untuk mengikuti hukum agama oleh para tokohnya.
Seperti pepatah, anjing menggonggong kafilah berlalu. Mereka meneruskan apa
yang mereka yakini benar. Dan ini fatal, mengingat kemungkinan pengaruhnya
terhadap muslimah negeri ini yang “galau” tuntunan, dengan karakter yang sangat
mudah terpengaruhi. Apalagi diiringi dengan embel-embel, fashion, keren, dan
berprestasi (ala keduniawian) yang kita ketahui bersama, sangat menjual.
Setidaknya ada beberapa hal yang perlu disadarkan kepada sang
pembuat video. Pertama, bahwa Islam menyiapkan kaum wanitanya sebagai lahan
subur bagi tumbuh kembangnya generasi premium. Bagaimana seorang wanita
mendidik anak-anaknya dan mengurus rumah tangganya adalah sebuah tugas teramat
penting untuk sekedar disandingan dengan urusan bisnis (kecuai jika single
parent), medali dan aktualisasi seni. Untuk itu, menjadi seseorang dengan
pendidikan dan pengetahuan agama dan non agama yang mumpuni adalah penting bagi
wanita muslim, agar dirinya memiliki visi yang jelas dan mampu mewujudkannya
dalam misi baik itu untuk keluarganya maupun lingkungannya. Kedua, penyampaikan
pesan yang kabur ini berpeluang menyebabkan pelemahan nilai agama secara
terstruktur, dimulai dari rusaknya konsep di kepala sebagian muslimah mengenai
hak dasar mereka untuk bebas menutup auratnya dan bebas memilih apa yang mereka
ingin lakukan dalam koridor syariah. Ketiga, perlu digarisbawahi bahwa sebagai
seorang muslim saya secara pribadi menyatakan ketersinggungan saya mengenai pengkerdilan
tuntunan syariat yang diabaikan dalam cerita video ini. Keempat, video ini
menyatakan kemunduran pimikiran sebagian muslimah tentang definisi jilbab dan
menyatakan secara tegas kondisi serba terbatas (jika tidak ingin disebut
terkekang) karena jilbab yang dikenakan dan tuntunan syariah. Padahal, muslimah
internasional, dimana kebebasan berjilbab tidak bisa dihirup sebebas di negeri
ini, persepsi macam ini telah lama berusaha dirubah dan diperangi.
Selanjutnya,saya pikir ada baiknya jika nanti dibuatkan lagi
video semacam ini tentang beberapa tokoh wanita “berprestasi” dan “berpengaruh”
lainnya. Misalnya Sidrotun Naim , seorang peneliti bakteri berpendar pada udang
yang meraih gelar doctoral di Harvard University dengan sederet penghargaan
atas hasil penelitiannya. Ditambah beliau juga memiliki anak yang hafiz Quran.
Tentu akan sangat menarik dibahas bagaimana beliau dapat melakukannya secara
bersamaan. Atau ibu dari Musa sang hafiz cilik. Tentu prestasi Musa sebenarnya
adalah prestasi sang bunda yang telaten mengajarkannya Al Quran di rumah. Apa
bedanya? Mereka ini pun juga adalah wanita dan berkerudung. Oh, saya pikir mungkin
jawabaannya karena mereka tidak mendapatkan “perlawanan” nasehat-nasehat
seperti yang diterima kelima tokoh tadi. Nasehat yang seharusnya membuat mereka
berpikir bahwa ternyata mereka masih disayangi dan dipedulikan. Satu hal ini
membuat saya setidaknya sedikit senang, ternyata tidak hanya saya yang
berpendapat demikian. Meminjam kata-kata Teuku Wisnu dalam sebuah wawancaranya.
“Saya begini bukan untuk menyenangkan manusia. Saya begini untuk menyenangkan
Tuhan saya, dan meniru Rasul saya”. Penting, teramat penting kata-kata esensial
ini untuk direnungi. Untuk siapa kita melakukan sesuatu, siapa yang akan kita
buat senang dan ridho, dan siapa yang kita tiru sebagai teladan dalam
melakukannya. Jawabannya tentu kembali pada masing-masing pribadi, tetapi bagi
seorang muslim, tentu jawabannya sudah jelas. Wallahualabishawab.
Ust, afwan, bagaimana menurut antum tentang muslimah yg menjadi youtuber.. Seperti ria ricis misalnya
BalasHapus