Dilema Toko Online
Jadi begini. Long time
ago, sewaktu saya memutuskan untuk membuat toko online, hal pertama yang
terpikir adalah membuat website. Why? because
it will looks professional. Memiliki toko online secara nyata, bukan
sekedar akun jejaring social, menurut saya meningkatkan trust dan pride suatu
brand. Walaupun kenyataannya mungkin di Indonesia hal ini tidak berlaku umum.
Pembeli tetap lebih senang bertemu dengan “sis” , daripada “shopping cart”. Tapi kan dengan
cita-cita luhur go international,
menurut saya memiliki toko online dengan
domain nama brand saya sendiri is a must.
Custom
Online Shop
Lalu dimulailah. Dengan jasa seorang teman, jadilah toko
online pertama saya, dengan domain thialabel.com. Toko online pertama saya bisa
dibilang custom template dengan
menggunakan platform wordpress.
Mungkin sekitar satu tahun toko online itu ada, belum juga diisi barang apapapun.
Hahaha. Hingga kemudian sudah harus perpajang domain lagi. Saya rasa saat itu
menggunakan platform wordpress cukup
sulit untuk dmengerti untuk pengguna awam seperti saya yang masih mengelola
semuanya sendirian. Belum lagi masalah shipping
cost yang harus diupdate sendiri. Akhirnya biaya pembuatan toko online
waktu itu hanya berujung mubazir, hehe dan dapat pengalaman tentunya.
Shopify
Experience
Kemudian, mengikuti saran sorang teman, saya mulai
mempelajari platform toko online
instan alias yang langsung jadi. Sudah ada templatenya, shopping cart, metode checkout,
dan lain-lain. Pokoknya tinggal isi barang aja deh. Waktu itu layanan jasa
seperti ini belum popular di Indonesia. Ahirnya saya pun jatuh cinta pada Shopify.
Shopify punya template yang sungguh sedap dipandang. Semua fiturnya pun sangan
mudah dimengerti, customer benar-benar dibimbing untuk bisa membuat dan
mengelola toko online sendiri. Benar-benar step
by step. Saya hampir tidak pernah menghubungi customer support atau mencari di docs FAQ karena semua yang
dibutuhkan sudah ada berikut keterangan yang jelas. Istilahnya, yang gaptek aja
pasti bisa deh bikin toko online disini. Shopify berbayar bulanan dalam dollar dan
dibayarkan melalui kartu kredit. Satu hal yang sangat saya apresiasi dari Shopify
adalah, mereka selalu “mengisi” kita melalui artikel-artikel berguna yang
dikirimkan ke email kita. Artikel-artikel tersebut kadang membuka wawasan
mengenai cara marketing, kisah sukses, tips fotografi dan berbagai hal
bermanfaat lainnya yang membuat kita semangat untuk terus mengolah toko online
kita. I never missed those emails.
Tetapi, setelah toko online berjalan, saya baru menyadari
untuk pengguna di Indonesia, Shopify tidak bisa menghitung ongkos kirim lokal Indonesia.
Setelah dipelajari, ternyata saya harus menginput manual semua shipping cost daerah tujuan di
Indonesia. Sesuatu yang wasting time dan
kontraproduktif, mengingat berapa banyak daerah tujuan di Indonesia. Dalam satu
propinsi saja ongkos kirim bisa berbeda jauh antara satu kabupaten dengan yang
lain. Belum lagi adjustment ongkir
yang sangat tergantung dengan kebjakan harga BBM (bisa naik setahun 2 kali). Lalu
beberapa vendor ekspedisi Indonesia juga memiliki beberapa tipe pengiriman,
seperti misalnya JNE ada YES, OKE, Reguler. Dan juga, konsumen di Indonesia
kritis mengenai ongkir, bahkan sampai seribu dua ribu nya kadang mereka hapal (ini
hebatnya orang Indonesia, =)). Setelah email-emailan panjang sama pihak Shopify,
mereka pun tidak bisa memberi solusi atas kendala ini. Waktu itu, mereka belum
punya aplikasi khusus untuk menghitung ongkir Indonesia. Padahal untuk beberapa
negara lain, aplikasi ini sudah ada yang bikin. Kendala ongkir khas Indonesia ini,
awalnya sulit untuk dimengerti pihak Shopify sebagai orang luar Indonesia.
Menurut mereka apa susahnya tinggal input state/province beserta harga per kg
nya. Hmmm mungkin mereka harus mengalami dulu rasanya jadi “sis” di Indonesia. Hehehe.
Akhirnya saya pun bilang kalo kendala ini bukan cuma saya yang merasakan. Semua
toko online Indonesia yang featured
di website resmi Shopify juga tidak memiliki perhitungan ongkis kirim Indonesia.
Saya tahu, karena salah satu pemiliknya adalah teman saya. Solusinya akhirnya
dia pukul rata 50 ribu untuk ongkir seIndonesia. Toko-toko lain yang juga featured di web resmi Shopify pun
ternyata ada yg sudah tidak aktif dan beberapa pindah ke platform lain. Sepertinya pihak Shopify menanggapi serius saran
saya ini , karena sekarang tampilan Shopify Indonesia tidak lagi sama. Tidak ada
lagi tokp-toko yang ditampilkan sebagai contoh.
Sirclo
Experience
Singkat kata, karena masalah ongkir lokal, akhirnya saya dengan
berat hati meninggalkan Shopify. Padahal cinta banget sama semua-semuanya dari Shopify.
Lalu karena dihubungi sama salesnya, saya akhirnya mencoba Sirclo. Keunggulan
utama Sirclo adalah (karena theme templatenya biasa saja), integrated shipping cost calculation for Indonesia. Yeay! Akhirnya setelah
perjuangan panjang bisa jalan juga ini toko online. Adaptasi dari menggunakan Shopify
ke Sirclo, saya harus banyak banget nanya sama customer supportnya. CSnya so
far memuaskan, langsung jawab kalo live chat. Cuma ada working hours 9-4. Kalo dulu
di Shopify, shampir 24 jam dijawab terus. Trus CS Sirclo sabtu minggu libur.
Pernah saya bingung harus setting
sesuatu di hari sabtu, terpaksa dicatet dulu dan diemail, tunggu sampai Senin. Hampir
tiap hari selama setting (mungkin bosen juga ya CS nya) saya nanya via live
chat nya. Kenapa? Karena langkah-langkah settingnya tidak sejelas di Shopify. Harus
bolak balik liat docs nya untuk tahu istilah ini itu yang harus diisi. Oiya,
walaupun judulnya Indonesia, settingan Sirclo semuanya menggunakan Bahasa Inggris.
Sebetulnya saya cukup puas menggunakan Sirclo, walalupun jika dibandingkan
dengan Shopify ada beberapa hal yang menurut saya harus diupgrade untuk
meningkatkan saya saing servicenya. Misalnya banner slide show. Di Sirclo ga
bisa diatur mau teks apa yang muncul, bagaimana cara teks muncul, berapa lama
slide show berjalan. SEO nya biasa-biasa saja karena perlu waktu hampir 1 bulan
untuk domain saya tampil menjadi yang pertama ketika serach kata thialabel di
google (kalau Shopify hanya beberapa hari setelah toko dibuat). Sirclo juga
tidak punya applikasi mobile yang memungkinkan kita mengontrol toko online
dengan lebih mudah dimana saja berada. Analisis website harus setting manual dengan google analytics,
bahkan untuk tahu jumlah pengunjung aja ga bisa. Fitur blog nya menurut saya
jadul, akirnya saya link ke blogspot saja.
Email feeds? Tidak ada. Lalu Sirclo pada paket basic tidak menyediakan
fitur multicurrency karena hanya ada pada paket premium. Pada paket premium
pun, multicurrency hanya ada pada satu template, yang mana saya ga cocok dengan
template tersebut karena kalau foto produk saya diklik, keterangan harganya
malah jadi kecoret garis merah bawaan templatenya (ga ngerti ya? Yaudahlah =p).
But it was okay, dan saya pun mulai melakukan penjualan menggunakan Sirclo dan
membangun newsletter dengan mailchimp.
Sampai suatu saat ada orderan dari luar negeri.
Kemudian..
Kata orang, saya adalah orang yang overthinking. Tapi untuk beberapa hal, saya pikir overthinking itu perlu for overcome a situation as a preventive action.
Dulu di Shopify saya khawatir dengan order lokal, lalu kemudian di Sirclo saya
khawatir dengan overseas order. Nah,
setelah berjalan beberapa waktu dengan Sirclo, datanglah order dari luar
negeri. Ga jauh padahal, dari Singapore. Cuma mereka nanya apakah bias melakukan pembayaran menggunakan kartu kredit, apakah bias bayar dengan currency mereka, apakah bias menghitung ongkir oversea shipping?. Hehehee,, sakit kepala tiba-tiba. Untuk ongkir, ternyata harus diaktifkan dulu fitur nya menggunakan POS EMS. Okay done! Untuk multi currency, hanya ada di paket Sirclo enterprise senilai 1,7jtan sebulan. Kalau Shopify biasanya sudah include di beberapa themes. Untuk pembayaran via kartu kredit harus set up account Doku atau Veritrans dan itu jadinya ada penambahan pembayaran bulanan. Hmmm menimbang banyak hal, mungkin saya jadi berpikir ulang dari kedua took online ini. Mau balik lagi ke shopify, atau tetap di Sirclo. Ada saran? =)
Thank you for reading.